Monday, February 2, 2009

Bahtera Nuh


Dalam agama Abrahamik, Bahtera Nuh adalah sebuah kapal yang dibangun atas perintah Tuhan untuk menyelamatkan Nuh, keluarga, kaumnya yang beriman dan kumpulan binatang yang ada di seluruh dunia dari air bah. Kisah ini terdapat dalam Kitab Kejadian dalam Perjanjian Lama dan Al-Quran.

Sejumlah pemeluk Yahudi Ortodoks dan Kristen berdasarkan Perjanjian Lama dan umat Muslim berdasarkan Al-Qur'an mempercayai bahwa kisah ini benar-benar terjadi. Namun sebagian pemeluak Yahudi Ortodoks dan Kristen yang berdasarkan hipotesis dokumen, menyatakan bahwa kisah yang dikisahkan dalam Kitab Kejadian ini mungkin terdiri dari sejumlah sumber yang setengah independen, dan proses penyusunannya yang berlangsung selama beberapa abad dapat menolong menjelaskan kekacauan dan pengulangan yang tampak di dalam teksnya. Walau begitu, sebagian umat Yahudi Ortodoks dan Krsiten yang mempercayai kisah ini menyatakan bahwa kekacauan itu dapat dijelaskan secara rasional.

Mitos Sumeria juga menceritakan kisah seperti ini. Berbeda dengan agama Abrahamik, tokoh dalam kisah Sumeria tidak bernama Nuh namun Ziusudra. Kisah Sumeria mengisahkan bagaimana Ziusudra diperingatkan oleh para dewa untuk membangun sebuah kapal untuk menyelamatkan diri dari banjir yang akan menghancurkan umat manusia. Tidak hanya dalam agama Abrahamik dan Sumeria, kisah hapir serupa juga ditemukan di banyak kebudayaan di seluruh dunia. Memang, kisah tentang banjir ini adalah salah satu cerita rakyat yang paling umum di seluruh dunia.

Kisah Bahtera ini telah diuraikan secara panjang lebar di dalam berbagai agama Abrahamik, yang mencampurkan solusi-solusi teoretis dengan masalah-masalah praktis semisal bagaimana cara Nuh membuang kotoran-kotoran binatang, atau dengan penafsiran-penafsiran alegoris yang mengajak manusia menuju jalan keselamatan dengan mematuhi perintah Tuhan.

Pada awal abad ke-18, perkembangan geologi dan biogeografi sebagai ilmu pengetahuan telah membuat sedikit sejarawan alam yang merasa mampu membenarkan penafsiran yang harafiah atas kisah Bahtera ini. Namun demikian, para pakar kitab terus meneliti gunung dimana kapal tersebut berlabuh. Namun begitu, Alkitab menyatakan bahwa kapal itu berlabuh di daerah timur laut Turki dan Al-Qur'an berpendapat bahwa kapal itu mendarat di Gunung Judi.

Menyelidiki Bahtera

Pada masa Renaisans terjadi spekulasi yang berlanjut yang mungkin telah dikenal oleh Origenes dan Augustinus: Bagaimana dengan Phoenix, yang unik, bagaimana ia dapat datang sebagai suatu pasangan? (Pemecahan yang populer ialah bahwa phoenix adalah binatang berkelamin ganda.) dan mungkinkah Siren, yang oleh hakikatnya memikat para pelaut menuju kematian mereka, diizinkan untuk naik ke kapal? (Jawabannya adalah tidak; mereka berenang di luar.) dan burung cenderawasih, yang tidak mempunyai kaki —apakah ia terbang terus-menerus di dalam Bahtera? Namun pada saat yang sama, suatu aliran keilmuan yang baru telah muncul. Aliran ini di satu pihak tidak pernah mempertanyakan kebenaran harafiah cerita Bahtera, namun di pihak lain mulai berspekulasi tentang pembuatan kapal Nuh dari segi praktisnya, dari dalam kerangka yang alamiah semata-mata. Karena itu pada abad ke-15, Alfonso Tostada memberikan sebuah penjelasan terinci tentang logistik Bahtera ini, hingga pengaturan tentang pembuangan kotoran-kotoran penumpangnya dan sirkulasi udara segarnya, dan ahli geometri terkemuka Johannes Buteo memperhitungkan luas bagian dalam kapal itu, hingga memungkinkan Nuh untuk mempunyai sebuah penggilingan dan oven tanpa asap, sebuah model yang banyak diambil oleh para penafsir lainnya.

Pada abad ke-17, orang merasa perlu untuk mempertemukan eksplorasi terhadap Dunia Baru dengan kesadaran yang kian meningkat tentang distribusi spesies-spesies global dengan keyakinan lama bahwa seluruh kehidupan berasal dari satu titik awal di lereng Gunung Ararat. Jawaban yang jelas ialah bahwa manusia telah menyebar di semua benua setelah hancurnya Menara Babel dan membawa binatang-binatang itu bersamanya, namun beberapa hasil tampaknya aneh: mengapa para penduduk asli Amerika Utara membawa bersama mereka ular beludak sementara kuda-kuda tidak, demikian Sir Thomas Browne bertanya-tanya pada 1646. "Bagaimana Amerika penuh dengan Binatang-binatang pemangsa dan Binatang berbahaya, namun tidak memiliki Makhluk yang penting, yaitu Kuda, adalah sesuatu yang aneh.

Browne, yang merupakan salah seorang pertama yang mempertanyakan pendapat tentang perbanyakan spontan (spontaneous generation), adalah seorang dokter medis dan ilmuwan amatir yang melakukan observasi ini secara sepintas. Para sarjana Alkitab pada masa itu, seperti misalnya Justus Lipsius (1547–1606) dan Athanasius Kircher (c.1601–80) juga mulai meneliti kisah Bahtera dengan sangat cermat sementara mereka berusaha mengharmoniskan cerita Alkitab itu dengan pengetahuan tentang sejarah alam. Hipotesis-hipotesis yang dihasilkan merupakan dorongan penting terhadap studi tentang distribusi geografis tanaman-tanaman dan binatang-binatang, dan secara tidak langsung mendorong munculnya biogeografi pada abad ke-18. Para sejarahwan alamiah mulai menarik hubungan antara iklim dengan binatang-binatang dan tanaman-tanaman yang menyesuaikan diri dengannya. Salah satu teori yang berpenaruh menyatakan bahwa Ararat yang disebut dalam Alkitab dihantam oleh berbagai zona iklim, dan ketika iklim berubah, binatang-binatang yang ada di situ pun berpindah, dan akhirnya menyebar untuk memenuhi seluruh bumi. Ada pula masalah dengan jumlah spesies yang dikenal yang terus bertambah. Bagi Kircher dan para sejarahwan alamiah lainnya, tidak ada banyak masalah untuk menemukan ruangan untuk semua binatang yang dikenal di dalam Bahtera, tetapi pada masa kerja John Ray (1627–1705), hanya beberapa dasawarsa setelah Kircher, jumlah dari binatang-binatang yang dikenal telah jauh melampaui proporsi Alkitab. Upaya memasukkan jumlah binatang yang dikenal menjadi semakin sulit, dan pada 1700 hanya segelintir sejarahwan alamiah yang dapat membenarkan penafsiran harafiah atas naratif Bahtera Nuh.

Pencarian Bahtera Nuh

Orang-orang yang percaya akan historisitas cerita dalam Kitab Kejadian merasa bahwa penemuan Bahtera itu akan mengesahkan pandangan-pandangan mereka tentang berbagai masalah, dari geologi hingga evolusi. "Bila banjir Nuh memang menyapu seluruh umat manusia dan peradabannya, seperti yang diajarkan oleh Alkitab, maka Bahtera ini merupakan salah satu mata rantai utama dengan Dunia pra-Air Bah. Tidak ada artifak penting yang jauh lebih tua atau lebih penting.... [dengan] dampak potensialnya yang besar terhadap kontroversi ciptaan-evolusi (termasuk evolusi teistik)..."

Penelitian-penelitian telah dipusatkan pada Gunung Ararat itu sendiri, meskipun Kitab Kejadian sesungguhnya hanya merujuk kepada "pegunungan Ararat." Situs Durupinar, dekat tetapi bukan di Ararat, dan jauh lebih mudah dijangkau, telah menarik perhatian pada tahun 1980-an dan 1990-an; Pada awal 2004 seorang pengusaha Honolulu yang pergi ke Washington DC untuk “mengumumkan dengan gegap-gempita” sebuah ekspedisi yang direncanakan untuk menyelidiki situs yang disebutnya sebagai anomali Ararat tetapi National Geographic belakangan menyimpulkan bahwa itu hanyalah sebuah “usaha” sia-sia untuk “membujuk pemerintah Turki agar memberikan izin” sehingga “hanya beberapa ekspedisi yang benar-benar diperoleh.” dan pada 2006 sempat muncul gelombang minat sebentar ketika sebuah ekspedisi melaporkan sebuah situs potensial di Iran. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya ini, tak ada sesuatupun yang konkret yang berhasil ditemukan, dan keadaannya sekarang ini paling-paling dapat disimpulkan dengan konklusi kutipan dari Institut untuk Penelitian Ciptaan: "Kami mempunyai setiap alasan untuk berharap bahwa bukti akan segera mncul, tetapi sementara tulisan ini dibuat, penelitian masih berlanjut."

*Follow this link to see the video about The Noah's Ark:
http://video.google.com/videoplay?docid=4949167294351290441

No comments: